Dalam sebuh hadits diriwayatkan bahwa suatu hari ada
seorang penjahat yang ingin bertobat. Agaknya setelah melakukan berbagai
tindakan kejahatan, akhirnya sadar juga hatinya dan datang penyesalan secara
bertubi-tubi. Ia bertekad untuk bertobat dari perbuatannya.
Ia lalu memasuki masjid ketika itu Rasulullah SAW
sedang memimpin para sahabat berbincang dengan sesamanya. Tiba-tiba Rasulullah
bersabda : “Siapa yang meninggalkan sesuatu yang haram, maka ia akan memperoleh
sesuatu yang haram itu ketika sudah halal.”
Sesudah itu para sahabat bubr termasuk penjahat tadi,
yang kini menjadi muslim meskipun belum bisa meninggalkan kebiasaan jahatnya
sama sekali.
Ternyata benar. Malam harinya, penjahat tersebut masih
tergoda syetan betapapun ia telah bertekad bulat untuk bertobat. Dimasukinya
rumah seorang wanita beriman. Ia seorang janda karena ditinggal mati suaminya.
“Mudah rasanya menculik perempuan itu.”, kata pencuri
itu dalah hati.
Di dalam rumah ternyata ada banyak makanan yang enak
dan menggugah selera. Ketika pencuri itu hendak mengambilnya, tiba-tiba ia
teringat sabda Nabi SAW tadi siang. Terngiang-ngiang sabda Beliau : “Siapa yang
meninggalkan sesuatu yang haram, maka ia akan memperoleh sesuatu yang haram itu
ketika sudah halal.” Akhirnya ia urungkan niatnya untuk mencuri.
Ketika ia masuk kamar, didapatinya bermacam-macam
perhiasan dan uang. Ia hendak mengambilnya, tapi ia teringat lagi pada sabda
Nabi tersebut. Ia pun mengurungkan niatnya yang jahat.
Wanita yang menjadi tujuan utamanya sedang terbaring
di atas ranjang, tidur pulas, wajahnya tampak elok dan cantik sekali. Ia tak
jadi mendekatinya karena teringat sabda Nabi SAW lagi, yang tak bisa hilang
dari ingatannya.
Ia pun pergi meninggalkan wanita itu dengan hati yang
lega dan gembira karena berhasil melawan hawa nafsu dan mengalahkan dodaan
syetan.
Pada waktu Subuh, ia berangkat ke masjid untuk ikut
berjamaah bersama Rasulullah SAW. Sehabis sholat ia menyendiri di sudut masjid,
merenungkan peristiwa yang baru dialaminya tadi malam. Betapa dosanya aku bila
perbuatan kotor itu jadi dilakukan hingga terbit matahari.
Ketika itulah tiba-tiba seorang wanita datang ke
masjid, lalu menceritakan kepada Nabi SAW peristiwa yang dilihatnya semalam.
Bahwasanya seorang pencuri telah memasuki rumahnya namun aneh ia keluar lagi
tanpa mengambil apa-apa. Namun demikian wanitra itu tetap merasa takut
jangan-jangan pencuri itu hanya ingin mengenali pintu-pintu rumah lalu datang
lagi setelah hafal tempat keluar masuk dalam rumah.
Akhirnya janda itu memohon kepada Nabi SAW supaya
dicarikan seorang yang sanggup menjaga dan melindungi rumahnya. Rasul SAW
bertanya padanya : “Kenapa kau hidup sendirian?”.
“Suamiku sudah meninggal.”, jawab wanita itu.
Rasulullah SAW menengok dalam ruangan masjid dan jatuhlah
pandangan Beliau pada seorang lelaki yang tengah duduk sendirin di sudut
masjid.
Orang itu dipanggil lalu ditanya siapa namanya,
pekerjaan dan siapa kawannya. Rasul SAW segera tahu bahwa ia hidup sendirian
karena istrinya sudah meninggal.
Keduanya ditawari untuk menjadi suami istri. Keduanya
hanya diam, tidak menjawab karena malu. Tetapi Rasulullah yang arif mengikatkan
keduanya menjadi suami istri.
Pecahlah tangisan laki-laki itu. Lalu diceritakan
olehnya kepada Rasul SAW peristiwa yang sebenarnya dan bahwa pencuri itu tak
lain adalah dirinya sendiri.
Wanita itu keluar masjid diiringi oleh laki-laki yang
kini telah menjadi suaminya. Mereka berjalan beriringan seperti yang dilihatnya
tadi malam. Bedanya, sekarang tidak haram lagi seperti semalam ketika ia
menginginkannya. Tanpa ragu-ragi makanan itu pun ia santap dengan lahapnya.
Mengenai uang emas dan permata yang hendak ia curi,
kini sudah menjadi miliknya yang halal. Bahkan ia boleh memperdagangkan dan
menggunakannya tiada haram sedikitpun.
Sementara wanita cantik yang ia rindu-rindukan semasa
haramnya, kini telah benar-benar menjadi istrinya berkat kemampuan menahan hawa
nafsu ketika tergoda untuk mendekatinya.
Laki-laki itu lalu bergumam sendiri dalam hatinya
seraya berkata betapa benarnya sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang meninggalkan
sesuatu yang haram, maka ia akan memperoleh sesuatu yang haram itu ketika sudah
halal.”
Sumber : Buku
Abu Nawas Menjadi Tabib; Kisah Teladan Buat Anakku
Karya
Miftahul Asror (Mitra Pustaka 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar