Senin, 17 Maret 2014

Rumah Tukang Kayu



Seorang tukang kayu bermaksud untuk pensiun dini dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi perumahan. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tidak berkerja lagi akan kehilangan penghasilan bulanannya. Akan tetapi, keinginan si tukang kayu ini sudah bulat. Ia sudah merasa lelah, ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh damai dan ketenangan dengan anak dan juga istrinya.

Di pihak lain, pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia pun memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan dirinya sebuah rumah, sebagai karya terakhir yang bisa dipersembahkan bagi perusahaan.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan tersebut. Tetapi sebenarnya hati kecilnya menolakdan merasa terpaksa. Pikirnya, si pemilik perusahaan tidak mau rugi, bahkan saat-saat terakhir pun ia masih dipekerjakan.

Hatinya tak sepenuhnya tercurah pada pekerjaan rumah tersebut. Dengan bahan sekedarnya dan bekerja ogah-ogahan ia pun mengerjakan proyek itu. Alhasil, rumah itu pun selesai dengan hasil yang memang tidak optimal. Ia telah mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak maksimal.

Ketika pemilik perusahaan itu datang dan melihat rumah yang dimintanya, sang tukang kayu lalu menyerahkan kunci rumah yang telah dibuatnya tersebut. Sang pemilik rumah mengucapkan terima kasih atas karya terakhirnya itu.

Seraya menyalami sang tukang kayu, ternyata sang majikan (pemilik rumah) menyerahkan rumah yang telah dibangun oleh tukang kayu tersebut.

“Ambillah! Pakailah rumah ini untuk hari tuamu dan anggaplah ini sebagai ungkapan terima kasih perusahaan terhadap dedikasi dan loyalitasmu selama ini.”, demikian pemilik perusahaan menyampaikan kata-kata perpisahan.

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Malu dan menyesal dirasakannya sewaktu menerima kunci rumah yang dibuatnya sendiri. Seaandainya tahu, bahwa rumah tersebut akan diberikan untuknya, tentu ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.

Sumber : Buku Setengah Isi Setengah Kosong/ Parlindungan Marpaung - Bandung
              MQS Publising, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar