Alkisah, di negeri Mongolia, ada seorang raja yang
dicintai. ia bersikap adil dan kasih sayang kepada rakyatnya. Ia tidak
mempunyai keturunan sebagai pelanjut tampuk kekuasaannya. Namun demikian, baginya
itu bukan soal yang harus disesali, sebab cinta kepada rakyatnya telah melebihi
cintanya kepad keluarga.
Pada suatu hari, ia tergoda oleh bujuk rayu syetan
agar tidak begitu saja menyembah Allah sebelum melihat-Nya. Raja itu kemudian
memerintah bawahannya agar berusaha memperlihatkan Allah kepadanya dengan memberi
kesempatan waktu tiga hari.
Tiga hari kemudian, para pemikir dan pembesar kerajaan
berkumpul di pendopo kerajaan. Mereka sudah bersiap untuk mati, karena tidak
bisa menghadirkan Allah di hadapan Raja.
Tiba-tiba seorang rakyat kecil mengangkat tangan dan
bicara: “Wahai yang mulia Tuan Raja, jika berkenan, hamba sanggup
memperlihatkan Allah kepada Tuan Raja.”
“Ya, katakan apa kemampuanmu!”, perintah raja.
“Jika Tuan Raja ingin melihat Allah, maka hamba mohon
Tuan melihat ke matahari!”, pinta rakyat kecil itu.
Spontan, saat itu
juga Raja mengangkat mukanya
menghadap matahari. tetapi tiba-tiba ia menutup mata dengan kedua tangannya.
“Tuan Raja yang mulia, jika Tuan tidak dapat menatap
matahari, padahal ia makhluk-Nya yang bukan paling besar, lalu nagaimana Tuan
dapat melihat Allah dengan kedua mata Tuan yang lemah itu.”
Orang-orang yang hadir di pendopo kerajaan itu pun
bertepuk tangan dan bersorak sorai dengan riuh. Raja hanya tertunduk karena
merasa kalah dan dipermalukan di depan rakyatnya.
***
Rasulullah SAW bersabda
yang artinya, "Berfikirlah tentang
nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-kali engkau berfikir tentang Dzat
Allah." (HR.
Hasandan Syaikh al-Albani)
Sumber : Buku Abu Nawas Menjadi Tabib, Penulis
Miftahul Asror,
Mitra
Pustaka (2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar