Di suatu malam, ada gerombolan penyamun sedang menuju
ke sebuah jalan untuk membegal rombongan kafilah. Para penyamun itu dengan
sabar menanti di tepi jalan menyambut kedatangan kafilah itu. Namun mereka
mulai gelisah. Setelah cukup lama menunggu, kafilah itu tidak terlihat melintas
di jalan.
Sementara malam semakin larut dan kafilah itu tetap
tidak terendus jejaknya. Sudah pasti kafilah itu telah berlalu dengan aman
hingga pagi, sedang para penjahat itu tak bisa mengikuti jejaknya.
Merasa gagal dengan buruannya, para pencuri itu
kemudian kabur. Namun di tengah perjalanannya, dari jauh mereka melihat sebuah
gubug. Dari gubub itu nampak sebuah sinar lampu menerobos keluar.
Gubug itu mereka datangi lalu mengetuk pintunya.
Mereka mengaku pasukan fi sabilillah.
“Kami pasukan fi
sabilillah baru pulang dari peperangan, tetapi kemalaman. Karena itu kami
bermaksud menginap sebagai tamu tuan.”
Penghuni gubug itu menyambutnya dengan ramah dan baik
Mereka diberi kamar tersendiri dan melayani mereka sebagaimana mestinya, bahkan
sempat dihidangkan makanan seadanya.
Keluarga itu mempunyai seorang anak yang lumpuh akibat
suatu penyakit. Pagi harinya, ketika tamu-tamu itu pulang, ayah anak itu
bangkit dari tempat duduk untuk mengambil air sisa mandi dan wudhu para tamunya
di dalam bejana.
“Usaplah seluruh tubuh anak kita dengan air ini.
Mudah-mudahan ia dapat sembuh berkat para pejuang fi sabilillah ini. Air ini adalah sisa mandi dan wudhu mereka.”,
kata sang ayah kepada istrinya.
Pada sore harinya, para penjahat itu kembali lagi
bertamu ke gubug tadi sehabis mencuri, merampok, dan membegal. Maksud mereka
sama seperti sebelumnya, ingin bermalam dan bersembunyi agar tidak ketahuan
oleh orang-orang yang memperhatikan gerak-gerik mereka.
Namun kali ini mereka melihat anak yang lumpuh itu
sudah bisa berjalan tegak. Tentu saja mereka heran sekali, lalu bertanya kepada
tuan rumah itu.
“Benarkah ini anak kemarin yang kami lihat masih
lumpuh?”
“Benar! Tadi pagi saya mengambil sisa mandi dan wudhu
tuan-tuan lalu istri saya mengusap-usapkan pada anak itu. Dengan berkah
tuan-tuan kiranya Allah memberi kesembuhan pada anak itu. Bukankah tuan-tuan
ini para pejuang dan pembela agama Allah?. Tegas tuan rumah.
Mendengar penuturannya, para penjahat itu menangis lalu
berkata kepada tuan rumah.
“ketahuilah hai saudara! Kami bukan para pejuang,
melainkan para pencuri dan perampok. Namun rupanya Allah telah menyembuhkan
anakmu berkat niatmu yang baik. Sekarang kami benar-benar bertobat kepada
Allah, tobat yang nashuha.”
Setelah itu mereka pulang untuk membagikan hasil curiannya
kepada kaum fakir miskin. Mereka tidak ingin berbuat dosa dan berkata dusta.
Bahkan kemudian mereka pergi untuk bergabung ke dalam barisan tentara kaum
muslimin sehingga benar-benar menjadi para pejuang fi sabilillahi seperti pengakuannya yang dusta kepada penghuni
rumah tadi.
Sumber : Buku Abu Nawas Menjadi Tabib : Kisah Teladan
Buat Anakku,
Penulis Miftahul Asror, Mitra
Pustaka (2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar