Jumat, 06 Desember 2013

Penolong Yang Tulus




Di suatu malam, ada gerombolan penyamun sedang menuju ke sebuah jalan untuk membegal rombongan kafilah. Para penyamun itu dengan sabar menanti di tepi jalan menyambut kedatangan kafilah itu. Namun mereka mulai gelisah. Setelah cukup lama menunggu, kafilah itu tidak terlihat melintas di jalan.

Sementara malam semakin larut dan kafilah itu tetap tidak terendus jejaknya. Sudah pasti kafilah itu telah berlalu dengan aman hingga pagi, sedang para penjahat itu tak bisa mengikuti jejaknya.

Merasa gagal dengan buruannya, para pencuri itu kemudian kabur. Namun di tengah perjalanannya, dari jauh mereka melihat sebuah gubug. Dari gubub itu nampak sebuah sinar lampu menerobos keluar.

Gubug itu mereka datangi lalu mengetuk pintunya. Mereka mengaku pasukan fi sabilillah.

“Kami pasukan fi sabilillah baru pulang dari peperangan, tetapi kemalaman. Karena itu kami bermaksud menginap sebagai tamu tuan.”

Penghuni gubug itu menyambutnya dengan ramah dan baik Mereka diberi kamar tersendiri dan melayani mereka sebagaimana mestinya, bahkan sempat dihidangkan makanan seadanya.

Keluarga itu mempunyai seorang anak yang lumpuh akibat suatu penyakit. Pagi harinya, ketika tamu-tamu itu pulang, ayah anak itu bangkit dari tempat duduk untuk mengambil air sisa mandi dan wudhu para tamunya di dalam bejana.

“Usaplah seluruh tubuh anak kita dengan air ini. Mudah-mudahan ia dapat sembuh berkat para pejuang fi sabilillah ini. Air ini adalah sisa mandi dan wudhu mereka.”, kata sang ayah kepada istrinya.


Pada sore harinya, para penjahat itu kembali lagi bertamu ke gubug tadi sehabis mencuri, merampok, dan membegal. Maksud mereka sama seperti sebelumnya, ingin bermalam dan bersembunyi agar tidak ketahuan oleh orang-orang yang memperhatikan gerak-gerik mereka.

Namun kali ini mereka melihat anak yang lumpuh itu sudah bisa berjalan tegak. Tentu saja mereka heran sekali, lalu bertanya kepada tuan rumah itu.

“Benarkah ini anak kemarin yang kami lihat masih lumpuh?”

“Benar! Tadi pagi saya mengambil sisa mandi dan wudhu tuan-tuan lalu istri saya mengusap-usapkan pada anak itu. Dengan berkah tuan-tuan kiranya Allah memberi kesembuhan pada anak itu. Bukankah tuan-tuan ini para pejuang dan pembela agama Allah?. Tegas tuan rumah.

Mendengar penuturannya, para penjahat itu menangis lalu berkata kepada tuan rumah.

“ketahuilah hai saudara! Kami bukan para pejuang, melainkan para pencuri dan perampok. Namun rupanya Allah telah menyembuhkan anakmu berkat niatmu yang baik. Sekarang kami benar-benar bertobat kepada Allah, tobat yang nashuha.”

Setelah itu mereka pulang untuk membagikan hasil curiannya kepada kaum fakir miskin. Mereka tidak ingin berbuat dosa dan berkata dusta. Bahkan kemudian mereka pergi untuk bergabung ke dalam barisan tentara kaum muslimin sehingga benar-benar menjadi para pejuang fi sabilillahi seperti pengakuannya yang dusta kepada penghuni rumah tadi.

Sumber : Buku Abu Nawas Menjadi Tabib : Kisah Teladan Buat Anakku,
              Penulis Miftahul Asror, Mitra Pustaka (2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar